We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Empat bayi Kembar Kesayangan Ayah Misterius

Bab 140
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 140

Emma bukanlah ibu kandung Samantha.

Sejak dia mengetahui Samantha melahirkan sepasang kembar untuk Asta, dia berusaha

menjilat

Samantha.

Tunggu sampai Samantha menikah dengan Asta, dia berharap putrinya, Herna juga bisa

menikah

dengan orang kaya dan menikmati hidup bahagia.

Beberapa tahun ini—

Meskipun Asta belum menikah dengan Samantha, tapi juga tidak terdengar rumor

asmaranya dengan

wanita lain.

Dia selalu mengira Samantha cepat atau lambat akan menjadi Nyonya Costan, tapi tidak

menyangka hari

ini dia malah memergoki Asta sedang bermesraan dengan seseorang.

Emma menghentikan langkahnya, menyipitkan mata, berusaha melihat jelas wanita yang

bersembunyi di

belakang Asta.

“Kamu ingin melihat sampai kapan?”

“Oh Asta!” Emma tersenyum menyanjung: “Saya tidak tahu hari ini kamu akan

menghadiri pesta ulang

tahun Firman, jika saya tahu, saya pasti akan…”

“Siapa yang mengizinkanmu memanggil nama depanku.”

u mem

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

ama

irur

bera

lan

Dada pria itu bergerak naik turun dengan cepat, masih merasakan sisa nafsu dan

kehangatan yang

panas.

Suaranya dalam dan dingin, setiap patah kata tersembur dari celah giginya yang

mengetat.

Emma terkesima, tubuhnya gemetaran, dia juga tidak ingin, tapi reaksi tubuhnya tidak

terkontrol

“Enyah.” Asta membentak dingin.

Emma masih belum bereaksi.

“Enyah!”

Kali ini suaranya lebih dingin dan lebih mengejutkan dari yang scbclumnya.

Emma baru tersadar: memutar badan dan kabur icrbirit-birit, dia bahkan lupa tujuan

sebenarnya adalah

mencari Herna.

Telinga Samara yang meringkuk di dada Asta masih agak berdenging.

Tadi dua kali ‘enyah’ itu meskipun bukan diucapkan untuknya, tapi meringkuk di pelukan

Asta tetap

merasa terkejut.

“Kamu tidak terlalu galak?” Samara menarik turun jaket yang menutupi kepalanya, wajah

kecilnya

melongok keluar.

“Suasana hatiku sedang buruk.”

Samara menggertakkan gigi sembari berpikir, bagaimana mungkin suasana hati pria

anjing ini buruk, bisa

lebih buruk dari suasana hatinya?

Asta tidak melepaskan Samara, malah mengangkat dagu Samara dengan sebelah

tangannya, memaksa

Samara menatap dirinya.

“Ketika sedang bermesraan lalu terputus…” Mata tajam Asta menggelap, suara sedikit

parau: “Pria

normal pasti ingin membunuh seseorang.”

Dagu Samara terjepit, matanya jatuh pada jari tangannya.

“Saya tidak peduli tentang ini.” Samara membuka suara, “Saya sudah pergi terlalu lama,

Jonas akan

mencariku.”

Mata tajam Asta menyipit berbahaya.

“Tuan Muda keluarga Gandhi yang kekanakan itu?”

“Lebih dewasa darimu.” Samara melototinya: “Paling tidak dia tidak sepertimu, tidak

bertanya dulu,

langsung menciumku, mengigitku.”

Jemari Asta menjepit ketat dagu Samara.

Tenaganya semakin kuat, bahkan Samara merasakan sedikit sakit.

“Ingat. Di dunia ini, bibirmu hanya boleh dicium olehku.”

Samara berpikir tanpa sadar, mana mungkin, bahkan jika beberapa tahun ini dia tidak

berhubungan

dengan pria manapun, enam tahun lalu malam itu, ciuman memabukkan pria itu, bukan

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

hanya bibirnya,

tetapi setiap jengkal tubuhnya yang dia sendiri pun malu menyebutnya…

Kalau tidak dari mana datangnya Javier dan Xavier?

ana

Tapi ketika matanya beradu dengan mata tajam Asta, Samara merasakan tekanan yang

besar, tidak

mampu membantahnya.

Mendadak.

Pria itu menunduk, lalu menggigit kuat di lehernya.

Samara hanya merasakan rasa sakit, mendadak bibir Asta terlepas dan melonggarkan

pelukannya.

“Saya menunggumu di depan pintu depan Villa.”

“Kamu—”

Tangan Samara menutupi leher sendiri, jengkel sekali kepada Asta.

Tidak perlu bercermin pun dia tahu pria itu meninggalkan cupang di lehernya, dapat

ditebak dengan

cepat menjadi merah dan kentara.

“Segel.” Asta menaikkan alis, “Bukti bahwa kamu sudah dimiliki seseorang, tidak boleh

ada yang

mendambakanmu lagi.”

“Jika kamu tidak ingin terus-menerus menutupi cupang di lehernya, ikut denganku, saya

mengantarmu

pulang.”

Sebelum pergi, tangan Asta merangkul bahu Samara, mengambil kembali jaketnya,

matanya penuh

tawa,