We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Ruang Untukmu

Bad 1181
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Ruang Untukmu

Bab 1181 Malam yang ‘Damai‘

“Tolong, izinkan saya tampil. Saya sudah berusah keras untuk dapat tampil di acara ini. Saya…” Sonia masih

berupaya untuk yang terakhir kalinya.

Namun, pengarah acara tidak goyah. “Maaf, tetapi perubahan jadwal baru saja dibuat.”

Sonia dan asistennya pergi melewati lorong. Dia berdiri dalam bayang–bayang, menatap Raisa yang duduk tepat di

sebelah Rendra, sambil menggertakkan gigi. Dia tidak menyangka kalau menentang Raisa berarti harus kehilangan

karirnya.

Acara berjalan sukses, Raisa dalam suasana hati gembira. Perempuan yang dia benci tidak tampil di panggung

sama sekali.

Acara pertunjukan berakhir pada pukul setengah sepuluh malam. Raisa kelelahan menyaksikan semua acara. Dia

menyandarkan kepala di pundak Rendra dan tertidur saat mereka dalam perjalanan pulang.

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

Dia tidak bangun meskipun sudah tiba di rumah, maka Rendra pun menggendongnya ke dalam.

Raisa terbangun saat Rendra menggendongnya, tetapi pura–pura tidur. Saya bisa tidur dengan nyenyak. Asik. Tidak

ada yang perlu dicemaskan malam ini.

Setidaknya, itulah rencananya. Dia masih pura–pura tertidur ketika Rendra membuka mantel dan kaos kakinya. Dia

bersandar pada lengannya, hanya mengenakan sehelai pakaian.

Saat Rendra akhirnya ke kamar mandi, Raisa menghela napas lega dan benar–benar tertidur. Bahkan dia

melanjutkan mimpinya.

Samar–samar, dia merasakan ujung ranjang bergerak ke bawah, lalu merasa seseorang menariknya ke dalam

pelukan hangatnya. Wajahnya melekat ke dada laki–laki, seketika itu dia pun terbangun.

“S–Saya sudah tidur,” gumamnya. Bisakah kamu menjaga sikapmu barang sedikit?

“Tidurlah, abaikan saja saya.” Dia terkekeh. Ucapannya terdengar seakan dia tidak akan terpengaruh bahkan bila

Raisa sudah tertidur.

Wajah Raisa memerah seperti apel. Dia bisa mencium aroma tubuh Rendra. Sepertinya saya tidak bisa menghindar

malam ini. Kemudian dia melingkarkan lengannya pada pinggang Rendra dan mencoba bicara dengannya selagi

akal sehatnya masih ada.

“Saya lelah. Kita segera selesaikan saja, oke?”

Rendra menyeringai. Segera selesaikan saja? Oh gadis mungil ini. “Saya akan menyelesaikannya secepat

mungkin,” katanya.

“Dokter Saka berkata kamu tidak boleh terlalu sering melakukannya setelah sembuh, atau akan berdampak buruk

pada tubuhmu.” Ponsel Raisa berdering setelah itu.

Dia mengangkatnya dan terkejut mengetahui Yanuar yang menelepon. Kenapa dia menelepon saya?

“Jangan angkat teleponnya,” ucap Rendra dengan angkuh.

Raisa meletakkan kembali ponselnya di atas meja dan mengaktifkan mode senyap. Rendra kemudian memeluknya.

“Blokir semua nomor laki–laki yang ada di ponselmu. Saya tidak ingin mereka meneleponmu.”

Dia jelas cemburu.

Raisa berkedip. Dia tidak sadar kalau Rendra dilanda cemburu. “Saya tidur denganmu. Kamu tidak perlu

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

memikirkan mereka.”

Tetap saja, Rendra tidak bisa lupa kenyataan bahwa Raisa menyukai Yanuar sebelumnya. Dia menekan dahinya ke

dahi Raisa sambil bertanya, “Kamu belum bisa melupakannya?”

Aduh. Ini sungguh serius. Tidak mudah menghadapi Rendra yang sedang cemburu. “Saya akan mengha… maksud

saya memblokir nomornya.” Raisa sudah melakukannya. Saya tidak menyangka dia seorang pencemburu.

“Lakukan besok saja.”

Kemudian dia memiringkan kepala untuk mencium Raisa dengan penuh gairah; rupanya laki- laki ini ingin sedikit

menunjukkan perasaannya. Ciuman panasnya telah mencekik Raisa sampai wajahnya memerah. Saya harus diam

saja, atau dia akan melakukan sesuatu yang lebih liar.

“Kamu akan melupakan semua laki–laki itu dan hanya ada saya di hatimu, mengerti?” bisiknya di telinganya lalu

menggigitinya.

Raisa menangkup dagunya, sinar cinta di matanya meluap–luap. “Kamu satu–satunya orang yang saya sayangi

sekarang.”

Rendra tersenyum gembira, dan Raisa berkedip–kedip. “Bisakah kita tidur dengan tenang?”

“Apakah menurutmu kita bisa tidur dengan tenang di saat seperti ini?” Rendra menarik tubuhnya ke dalam

pelukannya sehingga Raisa bisa merasakan dirinya. “Kamu khawatir saya akan kelelahan? Baiklah, saya akan

perlihatkan betapa tak kenal lelahnya saya.”