We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Ruang Untukmu

Bad 1240
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 1240 Memikirkan Saya

Saat Bianca naik ke lantai atas dengan tergesa–gesa, dia menatap Anika dengan tajam sambil menaiki anak

tangga.

Begitu Bianca menghilang dari pandangannya, Maggy mulai menenangkan Anika sebelum pergi ke dapur untuk

memasakkan sesuatu untuk Bianca.

Sementara itu. Qiara diam–diam merasa marah. Sejak Bianca pulang, semua orang di rumah selalu merasa tidak

nyaman dan harus membujuknya seolah–olah dirinya adalah seorang tuan putri.

Setibanya di lantai atas, Qiara melihat Bianca sudah mandi karena dia keluar dari kamar mandi sambil memakai

sepasang piyama terbuka. Saat itu, wajah Qjara menggelap dan dia berkata dengan sinis. “Hei, Ayah masih ada di

rumah. Kenapa kamu berpakaian seperti itu?”

“Oh. Qiara. Kamu pasti iri, kan? Bagaimanapun, saya jauh lebih baik darimu dalam beberapa hal.” Bianca lalu

membusungkan dadanya dengan bangga sambil berkata dengan nada mengejek, “Milikmu seperti milik anak yang

belum pubertas. Memalukan sekali.”

Sebenarnya, Qiara tidaklah sejelek yang dikatakan Bianca; dadanya memang tidak sebesar milik Bianca, yang

mana terlihat palsu karena dia memang pernah melakukan operasi beberapa kali.

“Yah, oke, baiklah. Milikmu memang lebih besar dari milik saya. Apa kamu senang sekarang? Ganti pakaianmu dan

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

turunlah ke bawah,” suruh Qiara sambil menggertakkan giginya.

Meskipun Bianca adalah anak dari ayah mereka, rasanya tetap memalukan jika dia turun ke bawah dengan

berpakaian seperti itu dan dilihat oleh ayah mereka. Apalagi, ibu mereka juga akan marah jika melihatnya!

Namun, Bianca hanya memakai pakaian seperti itu karena dia ingin menunjukkan pada Qiara kalau sosoknya jauh

lebih baik daripada dirinya.

Melihat adiknya itu sudah kembali ke kamarnya, Qiara menghela napas lega. Tindakan dan sikap Bianca terkadang

mengingatkannya pada para wanita tidak tahu malu di kelab malam.

Setelah itu, Qiara kembali ke kamarnya dan mematut dirinya di depan cermin kamar mandi. Dia memandang

bayangan sosoknya di cermin. Saya masih belum mencapai pubertas? Pfft. Saya pikir saya justru lebih cepat

menerima masa pubertas daripada orang lain. Ring! Saat itu, ponselnya berdering. Dia meraih ponselnya dan

mengetahui kalau itu adalah panggilan dari Nando.

“Halo!” ucapnya menjawab panggilan itu seraya membaringkan diri di atas ranjang.

“Apa kamu sudah mengantuk?”

“Belum. Kalau kamu?”

“Saya baru saja selesai mandi.”

Pikiran Qiara segera melayang ke kejadian saat dia melihat pria itu keluar dari kamar mandi. Wajah cantiknya

memerah dan dia membalas, “Jadi, apa kamu ingin segera tidur?”

“Iya.”

“Saya sebenarnya tidak bisa tidur.”

“Kenapa? Apa kamu terlalu bersemangat unuk tidur?” ucap Nando menggodanya.

“Tidak. Saya terlalu marah untuk bisa tidur.”

“Apa saudaramu memarahimu lagi?”

Nando sebenarnya merasa sangat bersimpati dengan keadaannya. Bahkan sejak dia melihat Bianca untuk yang

pertama kalinya, dia tidak tahu kalau wanita itu bukanlah orang yang mudah untuk ditangani. Dia tahu kalau Qiara

pasti sangat menderita karena harus berhubungan dengan orang sepertinya.

“Saya ingin bertanya, tapi kamu harus menjawabnya dengan jujur.” Begitu Qiara menyelesaikan perkataannya, dia

menundukkan kepalanya dan menatap ikat pinggangnya. Ucapan yang dikatakan Bianca tadi terus menggoyahkan

rasa percaya dirinya.

“Tanyakan saja.” Nando mendengarkan apa yang ingin dia katakan dengan seksama.

“Berjanjilah untuk tidak menertawakan saya.”

“Tentu saja.” Dia terus menunggu pertanyaan darinya.

Qiara mencoba memberanikan diri, dan dia menarik napas dalam–dalam sebelum bertanya, “Bagaimana

menurutmu tentang tubuh saya? Apa tubuh saya bagus?”

“Sangat bagus.”

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

“Kalau begitu… Apa saya terlihat… kecil?”

“Di bagian mana maksudmu?” tanya Nando dengan serius.

“Di bagian itu!” Dia membenamkan wajahnya di selimut miliknya dengan malu.

Saat dia seolah mendengar pria itu tengah menahan tawanya, dia berseru, “Kamu sudah berjanji untuk tidak

menertawakan saya!”

“Uhuk… saya tidak tertawa. Saya pikir tubuhmu bagus. Menurut pengamatan mata saya, saya pikir kedua benda itu

cukup bagus,” ucap Nando meyakinkannya.

“Kapan kamu mengamatinya?” tanyanya sambil menggigit bibir.

“Saat saya sedang bersamamu. Itu bukan pekerjaan yang sulit,” jawab Nando.

Qiara mendengus. Sesuai perkiraan, laki–laki memang tidak pernah memiliki niatan yang tulus! Nando

bahkan termasuk salah satu dari mereka. Kalau begitu, bukankah itu berarti dia juga mengamati milik

Bianca?!

“Berdasarkan pengamatan mata‘-nu itu, dada milik saudara saya pasti lebih menarik, kan?” Rasa cemburu

memuncak di dalam dirinya, dan itu juga terdengar jelas lewat nada ucapannya.

Pria di seberang telepon itu tidak menyangka reaksinya akan seperti itu, sehingga dia langsung menjawabnya

dengan jujur, “Saya hanya menatap wanita yang saya sukai. Wanita. yang tidak saya sukai tidak akan bisa menarik

perhatian saya, secantik apa pun mereka.”

“Tapi saya dan saudara saya lumayan mirip. Jika kamu menyukai rupa saya, kamu seharusnya juga menyukainya!”

bantah Qiara sambil menggigit bibirnya.