We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Tidak Ada yang Tidak Mungkin, Jangan Pergi Full Episode

Chapter Bab 60
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 60 Kau Akan Jadi Istriku Selamanya
Huh.
Dia sangat jujur pada ibunya.
Meskipun dia tahu kenapa wanita itu menikahinya, dia tetap merasa kesal dan terganggu saat mendengarnya sendiri.
Sialan.
Kelihatannya wanita itu sekarang bisa menguasai perasaannya. Dia semakin mudah terpengaruh oleh kata-katanya sekarang.
“Vivin.” Finno masih belum mengambil berkas itu darinya. Dia melanjutkan ucapannya dengan nada dingin, “Apa kau mau
bercerai?”
Noah, yang mendengar itu, hampir melompat kaget. Faktanya, dia hampir mengenai kepalanya ke jendela mobil.
Vivin juga kaget. Dia menatapnya tidak percaya. “Kau bicara apa?”
“Bukankah kau menikahiku untuk mendapatkan hak kewarganegaraan?” Ucapnya dengan santai. “Karena kau sudah dapat apa
yang kau mau, kita bisa bercerai. Kau juga tidak akan kehilangan kewarganegaraanmu.”
Wajah Vivin memucat.
D-dia tahu kenapa aku menikahinya.
Ya, aku mungkin tidak bisa menyembunyikan ini lagi darinya. Dia tentu bisa menyimpulkan ini karena dia sudah tahu soal ibuku.
Seraya melihat mata hitamnya, dia menggigit bibitnya dan berkata pelan, “Ya, bukankah kau juga menikahiku untuk
mendapatkan sesuatu dariku? Apa kau akan menceraikanku jika aku sudah tidak berguna lagi bagimu?”

Finno tidak menyangka tanggapan wanita itu akan begitu dan terdiam beberapa saat,
Memang, Vivin bukanlah wanita bodoh. Dia tahu kenapa aku menikahinya dengan terburu-buru.
Matanya menggelap dan dia berkata dengan lembut. “Tidak.”
Vivin sekarang juga sama-sama tidak menyangka akan respon pendek pria itu. Dia terlihat keheranan..

Menyadari raut terkejut wanita itu, Finno menambahkan, “Sejak aku menikahimu, kau akan jadi istriku selamanya.”
1/3
Kau akan jadi istriku selamanya.
Finno bicara dengan acuh tak acuh, tapi Vivin tetap kaget dengan kata-katanya sampai dia hanya sanggup menatapnya sejenak
saja.
“Jadi, Vivin, jangan pernah berpikir untuk meninggalkanku.” Dia merendahkan suaranya sekali lagi, dan kali ini, dia bicara
padanya dengan suara yang lebih tegas dan dominan.
Vivin tidak pernah mengira kalau pria itu akan berkata demikian padanya. Sebagian dirinya merasa takut dengan pria itu.
Tapi, sebagian dari dirinya yang lain bisa merasakan kepak kupu-kupu diperutnya.
Dia tidak berani menatap matanya dan menghindari tatapannya. Tapi, dia tetap meyakinkannya, “Jangan khawatir. Sejak aku
menikahimu, aku tidak akan mengkhianatimu selama kau tidak. menceraikanku. Aku juga tidak akan menceraikanmu.”
Finno mendengar tiap kata yang diucapkan dengan lembut oleh wanita itu. Melihat pipinya yang memerah, dia merasa
kemarahannya mulai agak berkurang.
Baik.
Dia tahu kalau wanita itu pada awalnya menikahinya karena penyakit ibunya.

Tidak masalah baginya kalau dia masih belum memiliki perasaan untuknya sekarang.
Karena mereka menikah, dia akan menaklukkan hatinya suatu hari nanti.
Hari sudah petang saat mereka tiba dirumah. Muti dan Lubis sedang tidak dirumah.
Vivin tidak tahu jika dia memikirkannya secara berlebihan, tapi dia selalu merasa kalau Finno tidak suka dengan keberadaan
mereka meskipun dia selalu bersikap sopan pada mereka.
“Kukira kau belum makan.” Dia melepaskan jaketnya, melipat lengan bajunya keatas, dan berjalan menuju dapur. “Biar
kumasakkan sesuatu.”

Saat dia membuka kulkas, dia kebingungan.
Dia melihat sisa spagetti-nya masih bertengger manis diatas piring didalam kulkas, dibungkus. dengan rapi menggunakan
bungkus makanan.
“Apa kau sudah makan?” Finno juga bangkit dari kursi rodanya dan memposisikan dirinya dibelakang wanita itu.
“Iya, sudah.” Vivin akhirnya mengingatnya. “Kalau begitu biar kubuatkan steak saja.”
Dia hendak meraih steak beku itu saat Finno menghentikannya. “Tidak apa-apa. Aku cukup makan spagetti sisa kemarin saja,
karena toh aku juga makan sendirian.”
la lantas meraih piring sisa spagetti itu dan berjalan menuju microwave.
2/3
Vivin dengan cepat mencegahnya. “Tidak, ini sisa-sisa.”
Finno itu pemilih soal makanan, dan Vivin tidak berani membayangkan dia makan makanan sisa.
Dia hendak merebut sepiring spagetti itu, namun Finno mengangkat tangannya keatas dan mengangkat alisnya. “Kenapa aku
tidak boleh makan ini? Aku makan ini juga tadi malam.”
Finno sudah jauh lebih tinggi dari dirinya, dan sekarang pria itu mengangkat tangannya juga. Dia tidak mungkin bisa meraih
piring itu.
3/3